Memiliki anak adalah salah satu anugerah besar yang diharapkan banyak orang. Di awal kelahirannya, orang tua merasa bebas memperlakukan anak sesuka hatinya. Mau dipakaikan baju apa, diberi makan apa, mau dibawa ke mana, bebas saja. Sebab bayi kecil nan lucu itu memang belum bisa apa-apa dan tidak bisa menentang keinginan orang tuanya.
Ketika usianya memasuki 2 hingga 5 tahun, anak mulai terlihat menunjukkan keinginan kuat untuk mengikuti kemauannya sendiri. Keinginan kuatnya itu diiringi dengan kemampuan mengungkapkan argumentasi pribadi kepada orang tua ketika kemauannya tidak selaras dengan kemauan orang tua.
Sebagai orang tua tentu tidak masalah bagi kita jika keinginan anak bersesuaian dengan keinginan kita. Masalah mulai muncul ketika anak mulai menunjukkan ketidakpatuhan terhadap keinginan kita. Ataupun saat anak tidak mengindahkan larangan kita. Situasi seperti ini tentu menjadi ujian bagi kita saat mengasuh anak. Adakalanya ketidakmampuan kita mengelola kesabaran diri membuat kita memaksa anak melakukan hal yang kita mau, apapun bentuk aktivitasnya. Rasa bahwa kita memiliki kuasa besar atas anak membuat kita melakukan tindakan pemaksaan secara sadar atau tidak dengan harapan anak bisa segera mengikuti kehendak kita.
Menurut situs kbbi.kemdikbud.go.id, memaksa berasal dari kata dasar paksa yang berarti memperlakukan, menyuruh, meminta, dengan paksa; berbuat dengan kekerasan (mendesak, menekan). Dalam tindakan memaksa, ada upaya yang kuat untuk membuat seseorang melakukan sesuatu meskipun ia tidak mau.
Memaksa mungkin efektif untuk waktu singkat. Namun dapat menimbulkan efek buruk jangka panjang.
Berikut efek jangka panjang yang mungkin timbul akibat pemaksaan.
Anak Menjadi People Pleaser
People pleaser artinya seseorang yang merasakan dorongan yang kuat untuk menyenangkan orang lain, bahkan dengan mengorbankan dirinya sendiri (https://www.halodoc.com). Seorang people pleaser cenderung sulit untuk mengatakan tidak pada permintaan orang lain.
Anak yang sering mengalami pemaksaan tentunya merasa menderita karena harus melakukan sesuatu yang tidak diinginkannya. Tak jarang anak harus mendapatkan hukuman karena tidak mau mengikuti kehendak orang tuanya. Akibatnya, mengikuti kehendak orang tua menjadi cara bagi anak untuk menghindari rasa sakit atau terlepas dari hukuman. Situasi ini jika sering alami anak akan membuat anak tumbuh menjadi people pleaser. Ia merasa tidak berdaya untuk menolak segala bentuk permintaan terhadap dirinya meskipun tanpa dipaksa.
Anak Tumbuh dengan Jiwa Pemberontak
Meskipun pada akhirnya anak menuruti kehendak kita setelah dipaksa, di dalam hatinya masih ada rasa penolakan. Awalnya mungkin anak akan mendongkol. Namun dalam jangka panjang, rasa dongkol ini akan menguat dan menumbuhkan jiwa pemberontak dalam diri anak. Jika kelak anak dewasa dan merasa punya kekuatan, bukan tidak mungkin anak akan menjadi pembangkang dan berbalik bersikap keras terhadap kita orang tuanya.
Anak Mengalami Hambatan dalam Berekspresi
Anak yang sering mengalami pemaksaan akan sulit mengekspresikan emosinya. Ia terbiasa menahan emosinya. Ia tidak mendapatkan kesempatan untuk memvalidasi emosinya. Saat sedih, ia menahan diri untuk menangis. Saat gembira, ia menahan diri untuk tertawa. Saat marah, ia sungkan untuk mengungkapkan. Saat kecewa, ia cenderung menyalahkan diri sendiri. Anak menjadi mudah stress.
Perkembangan Potensi Anak Jadi Terbatas
Tekanan yang dialami anak saat mengalami pemaksaan membuat anak takut mengeksplorasi diri. Ia cenderung hanya mengikuti apa yang diminta ia lakukan. Ia hanya cenderung melakukan apa yang ia rasa membuat orang lain senang meskipun ia tidak merasa demikian. Sehingga potensi yang mungkin ada dalam dirinya tidak berkembang.
Perilaku Hanya Muncul Jika Dipaksa
Tingginya intensitas pemaksaan kepada anak membuat anak cenderung menunggu perintah sebelum melakukan sesuatu. Ia tidak punya inisiatif. Sebab selama ini inisiatif pribadinya sering dikekang.
Anak Menjadi Antipati terhadap Kegiatan yang Dipaksakan
Jika anak sering dipaksa melakukan kegiatan tertentu dapat memicu anak merasa antipati terhadap kegiatan tersebut. Misalnya, balita yang sering dipaksa saat makan bisa membuat anak mengalami gerakan tutup mulut (GTM). Anak yang sering dipaksa untuk belajar matematika bisa membuatnya malah membenci matematika, dan sebagainya.
Demikianlah beberapa dampak jangka panjang yang timbul pada anak yang sering mengalami pemaksaan. Sebagai orang tua tentu kita tidak ingin anak-anak kita mengalami dampak tersebut. Jika kita tergolong sebagai orang tua yang terbiasa memaksa anak, ada baiknya kita mulai mengurangi hingga menghilangkan kebiasaan tersebut. Cobalah bangun komunikasi yang positif bersama anak. Beri anak ruang untuk mengemukakan pendapatnya. Biasakan diri untuk menyampaikan argumentasi tentang mengapa kita ingin anak melakukan hal yang satu dan melarang hal lainnya
Ingatlah, anak bukanlah sepenuhnya milik kita. Anak adalah titipan. Buatlah anak melakukan hal yang baik menurut kita tanpa membuat anak merasa terpaksa. Mungkin tidak mudah untuk mewujudkannya, namun bukan berarti tidak mungkin, kan? Perluaslah kesabaran kita. InsyaAllah kelak Allah Swt. kumpulkan kembali kita bersama anak-anak kita di surga-Nya.
Masyaallah, menjadi pengingat sekali tulisan ini. Benar, Mbak, sejatinya anak kita bukanlah anak kita, mereka hanya titipan yang kelak pengasuhan atas mereka akan dimintai pertanggungjawaban.
BalasHapus