Mengapa aku menulis?
Pertanyaan ini membuatku mundur ke masa lalu, saat masih duduk di Sekolah Dasar (SD). Menulis merupakan salah kegiatan pembelajaran yang tidak kusukai. Apalagi kalau tugas menulisnya adalah membuat karangan. Rasanya wajahku langsung mengerut begitu guru kelasku menyampaikan bahwa tugas bahasa Indonesia hari itu adalah mengarang. Tapi, kalau tugas mengarangnya adalah kegiatanku selama liburan, agak mendingan, sih. Sebab aku hanya perlu menceritakan kembali pengalamanku selama liburan sekolah.
Singkat cerita, akhirnya aku memiliki buku diary. Kalau teman-teman waktu sekolah dulu sudah punya buku diary sejak SD, aku baru punya saat duduk di kelas tiga Sekolah Menengah Atas (SMA). Buku diaryku pun hanya berupa buku tulis isi 100. Bukan berupa buku cantik berwarna-warni yang memang dijual dengan nama buku diary.
Saat itu buku diaryku diisi dengan menuliskan poin-poin penting tentang pengalaman di hari itu. Quotes menarik pembangkit motivasi ataupun pemicu kedamaian hati. Saat itu aku masih belum enjoy bercerita luwes di dalam diary. Takut kalau tiba-tiba diaryku sampai di tangan orang lain, lalu isi diaryku dibaca, rahasiaku terungkap. Jadi meskipun namanya buku diary, tapi isinya tetap sepi karena memang tidak diisi setiap hari.
Saat kuliah, ketika jauh dari orang tua, diary mulai sering menjadi wadah menampung keluh kesah, mencatat rencana-rencana pribadi, tempat cerita perihal kisah hati yang mulai dicari atau pun mencari koneksinya, tempat menulis mencatat pesan menarik dari buku atau majalah yang dibaca, serta tempat merilis emosi yang sedang tak bersahabat. Jadilah masa kuliah adalah masa produktif menulis yang membuatku berhasil mewujudkan beberapa seri buku diary.
Sampai di fase ini, aku semakin bebas mengekspresikan diri. Namun, sifatnya ya masih rahasia pribadi. Aku belum berani mempublikasikan tulisan-tulisanku, meskipun keinginan untuk publikasi sudah ada. Diary-diaryku itu benar-benar kujaga dan kubela agar tak seorangpun bisa mengaksesnya.
Kehadiran Friendster (ada yang kenal, enggak, ya?) menjadi masa-masa awalku mulai mencoba memberanikan diri untuk menulis di publik. Meskipun hanya menuliskan "hallo" di bagian "shoutout"nya, bagiku tidak mudah awalnya. Meskipun pada akhirnya aku tidak terlalu aktif di Friendster.
Facebook menjadi platform perdana yang kugunakan untuk mempublikasikan tulisanku. Di sana aku pernah menuliskan puisi. Walaupun awalnya agak takut-takut juga kalau-kalau puisiku mendapat respon buruk dari teman-teman yang membaca.
Perkenalan dengan Blogger terjadi pada tahun 2011. Saat itu aku mengikuti pelatihan yang diselenggarakan Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat. Salah satu materi pelatihan yaitu tentang bagaimana cara menulis di blog. Aku sangat senang saat itu karena akhirnya aku memiliki blog pribadi. Saat itu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sedang merintis Rumah Belajar, sebuah pelantar yang diharapkan mampu mengoneksikan guru, siswa, siapapun yang terkait dengan dunia pendidikan untuk saling berbagi ilmu, berbagi perangkat pembelajaran, dan sejenisnya. Kami, peserta pelatihan saat itu diharapkan mampu menulis konten terkait pendidikan di blog pribadi, misalnya berupa RPP dan sebagainya yang nantinya akan ditautkan di Rumah Belajar.
Awalnya aku sangat antusias dan punya mimpi untuk rajin mengisi blog yang telah kubuat itu. Namun pada akhirnya niat itu belum terwujud sebagaimana yang diharapkan. Penyebabnya antara lain karena ketidakmampuan manajeman waktu dengan baik, terlalu overthinking terhadap respon terhadap tulisan yang belum tentu juga dibaca oleh orang-orang, ataupun rasa takut jika tulisanku menyinggung atau melanggar norma-norma yang ada.
Meskipun demikian, di dalam lubuk hati yang paling dalam. Aku masih punya keinginan untuk tetap menulis dan mempublikasikan tulisanku. Alasannya antara lain ingin tulisanku menjadi salah satu amal jariyah yang tetap bisa memperpanjang usiaku meskipun aku telah tiada. Bukankah salah satu amalan yang tidak putus pahalanya ketika kita sudah wafat adalah ilmu yang bermanfaat? Oleh sebab itu aku berharap tulisan yang kupublikasikan menjadi salah satu jalan bagi tersebarnya ilmu yang bermanfaat.
Alasan lainnnya tentu saja melihat adanya potensi "cuan" yang mungkin terbuka lewat tulisan. Jadi, selain bermanfaat untuk orang lain, aku juga berharap tulisanku punya manfaat ekonomis terhadap pribadi.
Rencana ke depan, aku ingin lebih aktif lagi di dunia kepenulisan. Saat ini aku sedang mencari-cari bentuk tulisan seperti apa yang menjadi kekuatanku. Sehingga segala ide yang terlintas atau pun fenomena yang tertangkap oleh indera dapat kusalurkan dengan baik dan sampai kepada pembaca dengan menyenangkan.
Duh, sudah hampir tengah malam.
Sudah dulu ceritanya, ya.
Sampai jumpa di cerita-cerita berikutnya.
Semangat, Kak, untuk selalu menebarkan manfaat lewat tulisan. Semoga apa yang diingingkan, diberikan kemudahan untuk mencapainya.
BalasHapusWah sama, perjalanan menulis aku juga bermula dari buku harian, Kak. Semoga yang kita tulis bisa bermanfaat bagi orang lain ya Kak..
BalasHapus