Siang kemarin di kotaku, cuaca sangat cerah. Langit biru terang dihiasi gumpalan-gumpalan kecil awan-awan putih cemerlang. Angin berhembus santai. Benar-benar suasana yang mengundang rasa nyaman dan menarik kedua pasang kelopak mata untuk saling bertaut. Padahal tanggung jawab mengawas ujian sedang menuntut untuk ditunaikan. Sekuat tenaga kuberjuang menahan rasa kantuk agar tak kebablasan menjadi lelap.
Pulang dari sekolah, sesampainya di rumah dan tunai melaksanakan salat Zuhur, sejuknya tiupan kipas angin memanggil-manggil diri ini untuk bersantai. Tak butuh waktu lama untuk sampai di atas kasur, merebahkan tubuh, memejamkan mata, dan menuju alam mimpi. Namun, tak semudah itu Marimar! Udara yang panas melunturkan kesejukan mengalahkan kuatnya putaran kipas angin. Badan bolak-balik kiri kanan mencari kenyamanan, hingga akhirnya aku hampir berhasil mencapai alam bawah sadar. Talayang, kalau istilahnya orang Minang.
Tiba-tiba ponselku berdering.
"Siapa yang menelepon?" pikirku.
Ternyata nomor baru yang menghubungi.
"Angkat, enggak, ya? Jangan-jangan promosi like konten berhadiah uang itu lagi?"
Agak malas kumengangkat telepon ini awalnya.
"Tapi, angkat sajalah. Siapa tahu penting," pikiranku mencoba berbaik sangka.
"Halo, Kak. Motornya masih ada, Kak?" suara seorang pria dari seberang memulai pembicaraan.
"Motor? Motorku gimana maksudnya?" pikiranku berbicara. Mulutku masih diam.
"Halo, Kak! Motor yang di-postingan Fb Kakak itu masih ada, Kak?"
"Hadeh.. Jangan-jangan orang ini lihat postingan di Facebook, lalu salah nomor, kayak kejadian waktu itu?" masih pikirku.
Ingin rasanya langsung mematikan panggilan itu. Lagian, pria ini memulai pembicaraan tanpa kata pengantar dulu. Perkenalkan diri dulu, kek, atau informasikan akun Fb mana yang dia lihat. Tapi, kalau diabaikan saja, takutnya malah nelpon-nelpon terus nanti. Mana aku lagi ngantuk.
"Maaf, saya tidak pernah posting motor di Facebook," kucoba menyabarkan hati.
"Halo, Kak. Gimana, Kak?"
"Maaf, saya tidak pernah posting motor di Facebook. Mungkin Bapak salah orang?"
"Oh, salah orang ya, Kak? O, ya. Maaf ya, Kak!"
Lalu panggilanpun terputus.
Hhhuuff. Leganya. Walaupun aku agak kesal juga karena acara tidur siangku terganggu.
Teng ... Tong ... Teng ... Ponselku berdering lagi. Kulihat layarnya. Sepertinya, nomor yang tadi lagi. Kucoba angkat saja. Sepertinya pria ini belum paham ucapanku tadi.
"Halo, Kak. Maaf, Kak. Tapi nomor yang di-postingan itu sama dengan nomor ini, Kakak," pria itu mencoba menjelaskan.
"Kakak dapat nomor saya dari akun Fb yang mana?"
"Sebentar ya, Kak," lanjut pria itu.
Pria itu lalu mematikan panggilannya. Sesaat kemudian masuk dua fail yang kuduga foto masuk ke dalam pesan WA-ku.
Deg. Tiba-tiba aku cemas.
Ini penipuan, enggak, ya?
Apa perlu ku-download kedua foto itu?
Ini phising, enggak, ya?
Pikiranku berkecamuk. Aku ragu-ragu memutuskan untuk mengunduh foto itu atau tidak. Aku pun belum sepenuhnya paham tentang phising. Namun, rasa penasaranku yang kuat mengalahkan kekhawatiranku tentang phising. Aku pun mengunduh foto itu.
Fail foto yang awalnya buram itu telah berubah menjadi foto sepeda motor berwarna merah. Pada kiriman foto berikutnya, ada potongan postingan yang mencantumkan nomor WA-ku.
"Nih, Kak," ujar pengirim pesan dengan tampilan foto profil WA berupa seorang pria yang sedang duduk di atas skuter hijau.
Merasa tak mengenali sepeda motor ini, aku pun membalas pesan pria itu.
"Maaf, Kak. Saya tidak pernah posting itu dan itu bukan akun saya. Silakan konfirmasi ke pemilik akun tentang kebenaran nomor-WA-nya," jawabku, "coba klik kirim pesan di Whatsapp."
Aku berharap pria itu memahami maksudku.
Tak lama kemudian, ia mengirimkan link FB sumber foto sepeda motor merah itu. Aku klik saja link-nya. Ternyata benar. Ada nomor WA-ku tercantum di sana.
Duh ... Bener-bener nih, orang.
Bisa-bisanya dia mengetik nomor WA-ku di-postingan-nya. Ini kelalaian atau memang sengaja, ya?
Pikiranku kian sibuk. Rasa ingin marah muncul di hatiku. Tak sabar rasanya ingin segera menuntaskan masalah ini. Tanpa berpikir panjang, aku segera mengeklik "kirim pesan di Whatsapp".
"Ya, ampun. Ternyata sangat mirip," pikiranku bergumam.
Nomor WA kami berbeda di angka terakhir. Aku 79, dia 70.
Segera kukirimkan nomor yang mirip nomor WA-ku itu kepada pria tadi dengan harapan dia bisa langsung menghubungi pemosting foto sepeda motor merah. Sementara, sebuah pesan otomatis hadir dan tertuju pada pemilik nomor WA berujung 70 itu. Segera saja kukirimkan pesan otomatis itu.
"Apa masih ada?" teriring link postingan sepeda motor merah yang juga otomatis berada disamping pertanyaan ini.
"Masih," detik itu juga pesanku dibalas.
Segera kukirim pesan padanya, "Halo, Bu ... Apakah ini postingan Ibu di Fb?" Aku telanjur pede menganggap pemilik nomor WA itu adalah seorang ibu-ibu.
"Iya," jawabnya singkat.
"Mohon maaf. Boleh minta tolong diedit nomor WA yang ditampilkan dipostingannya? Sebab no WA Bapak/Ibu seharusnya 08********70. Khawatirnya calon pembeli tidak bisa terhubung kepada Bapak/ Ibu. Justru malah menghubungi saya. 🙏 Nomor WA kita mirip," penuh semangat aku menjelaskan, "Beda 70 dan 79 saja."
"Owhh iya, ya ... ?? Maaf, ya," jawabnya.
"Terima kasih atas responnya. Semoga lain waktu lebih teliti lagi ya. Pak/Bu. Semoga bisnisnya lancar. 🙏"
Huufft ... Nyaris saja aku marah-marah kepada si Ibu atau mungkin si Bapak itu.
Tak berselang lama, si pria peminat sepeda motor merah menghubungiku kembali.
Duh, apa enggak bisa langsung telepon yang bersangkutan saja?
Kan, sudah kukirimkan nomornya.
Pikiranku mulai mengomel. Aku sudah malas mengangkat telepon pria itu.
"Berarti ini penipuan, Kak?" bunyi pesan pria itu karena teleponnya tak kuangkat.
"Saya kurang tahu, Kak," jawabku.
"Bisa pula nomor Kakak dicantuminnnya," lanjut pria itu.
"Tadi saya coba klik link "kirim pesan di Whatsapp" yang ada di postingan fb tersebut," kucoba menceritakan kembali komunikasiku dengan pemosting sepeda motor merah kepada pria itu," ini respon beliau," lanjutku.
Kulampirkan juga screenshoot percakapanku dengan si Ibu atau Bapak itu.
"Oke, Kak, 👍👍" pria itu membalas.
Akupun tergelitik untuk mengecek kembali postingan sepeda motor merah tadi. Ya, nomor WA yang tercantum sudah berganti dengan nomor berbuntut 70. Segera ku-screenshot lagi pembaruan postingan tersebut dan kukirim kepada pria itu.
"Sekarang sudah beliau ganti nomor WA yang ada di-postingan beliau dengan nomor belakang 70," ketikku dengan perasaan senang.
"Makasih, Kakak atas pencerahannya," pria itu membalas.
"Sama-sama, Kak, " jawabku menutup pembicaraan.
Ternyata untuk tidur siang ada ujiannya dulu.
Meski tidur tertunda aku tetap merasa bahagia.
Rasa kantukku mulai hilang, namun aku masih ingin tidur.
Ya, sudah. Mari kita coba lagi.
Demikianlah kata pengantar dalam pikiranku sebelum mencoba rebahan lagi.
Selamat tidur siang!